kertas di tangan di cucuh api,
terbakar dan menjadi abu.
Airmata yang mengalir di matanya
tak mampu memadam api itu,
dan api itu semakin marak
membakar.
Seolah-olah hatinya yang terbakar,
matanya kelihatan seperti api
yang disirami air,
ya, airmata.
Anak kecil itu akhirnya meraung,
kuat dan penuh dengan derita.
Api itu membakarnya.
Panas dan perit.
Anak kecil itu semakin membesar,
parutnya masih ada
dan masih bermain api.
Sungguh, aku tak serik. Api itu panas, menakutkan,
tetapi tetap aku dekati juga.
Kenapa?
Jangan tanya. Aku pun tak tahu.
Jangan tanya. Aku pun tak tahu.
No comments:
Post a Comment